ZAID BIN TSABIT
PENGHIMPUN KITAB SUCI AL-QUR’AN
Tetapi salah seorang di antara mereka yaitu Rafi’ bin Khudaij tampil ke hadapan Rasulullah SAW. Dengan membawa tombaknya lalu berkata kepada Rasulullah SAW. : “Sebagaimana Anda lihat ya Rasulullah, aku adalah seorang pelempar tombak yang mahir, maka mohon aku diizinkan untuk ikut !” Rasul mengucapkan selamat terhadap pahlawan muda ini dengan satu senyuman manis dan ramah, lalu turut mengizinkannya.
Melihat itu teman-temannya yang lain pun bangkit semangat. Maka tampil lagi ke depan anak muda yang kedua, namanya Samurah bin Jundub, dan dengan penuh sopan diperlihatkannya kedua lengannya yang kuat dan kekar, sementara sebagian keluarganya mengatakan kepada Rasul : “Samurah mampu merebahkan badan ornag yang tinggi sekalipun !” Rasul pun berkenan pula melontarkan senyumannya yang menawan dan memerimanya dalam barisan. Kedua anak itu masing-masing sudah berumur lima belas tahun di samping mempunyai pertumbuhan badan yang kuat.
Dari kelompok anak-anak itu masih tinggal enam orang lagi, di antaranya Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Umar. Mereka terus saja dengan segala upaya minta ikut, kadang-kadang dengan merendah-rendah dan mengharap, kadang-kadang dengan menangis dan lain kali dengan memamerkan otot-otot lengan mereka. Tetapi umur mereka yang masih terlalu muda dan tulang tubuh mereka yang masih lemah, Rasul lalu menjanjikan mereka untuk pertahanan di masa mendatang.
Begitulah Zaid bersama kawan-kawannya baru mendapat giliran mengikuti barisan Rasulullah sebagai prajurit pembela Agama Allah dalam Perang Khandaq, yakni pada tahun ke lima Hijriah.
Kepribadiannya selaku seorang Muslim yang beriman terus tumbuh dengan cepat dan menakjubkan. Ia bukan hanya terampil sebagai pejuang, tetapi juga sebagai ilmuwan dengan bermacam-macam bakat dan kelebihan. Ia tak henti-hentinya menghapal Al-Qu’an, menuliskan wahyu yang diturunkan Allah untuk Rasulnya, dan meningkatkan diri dalam ilmu dan hikmat. Dan sewaktu Rasul menyampaikan da’wahnya ke luar negeri secara merata, dan mengirimkan surat-surat kepada raja-raja dan kaisar-kaisar dunia, maka diperintahkannya lah Zaid mempelajari sebagian bahasa asing itu yang berhasil dilaksankannya dalam waktu yang singkat.
Demkianlah kepribadian Zaid bin Tsabit menjadi cemerlang, dan ia dapat menempatkan diri dalam lingkungan pergaulan yang baru pada kedudukan yang tinggi, hingga ia pun menjadi tumpuan penghormatan dan penghargaan masyarakat Islam.
Berkata Sya’bi :
“Pada suatu kali Zaid hendak pergi berkendaraan, maka Ibnu Abbas lalu memegangkan tali kendali kudanya.” Kata Zaid kepadanya : “Tak usahlah, wahai putra paman Rasulullah !” yang segera dijawab oleh Ibnu Abbas : “Tidak, memang beginilah seharusnya yang kami lakukan terhadap ulama kami !”
Berkata pula Qabishah :
“Zaid di Madinah mengkepalai peradilan urusan fatwa, qiraat dan soal pembagian pusaka.” Dan berkata pula Tsabit bin Ubeid : “Jarang aku melihat seseorang yang jenaka di rumahnya, tetapi paling disegani di majelisnya seperti Zaid”. Dan kata Ibnu Abbas pula : “Tokoh-tokoh dari sahabat-sahabat Muhammad SAW. tahu betul bahwa Zaid bin Tsabit adalah orang yang dalam ilmunya !”
Puji-puijan tentang kelebihannya itu yang dikemukakan secara berulang-ulang oleh sahabat-sahabatnya dapatlah menambah pemahaman kita terhadap tokoh yang oleh taqdir telah disediakan baginya tugas terpinting di antara semua tugas dalam sejarah Islam, yaitu tugas menghimpun Al-Qur’an.
******
Al-Qur’an datang secara berkala dan terbagi-bagi, sesuai dengan keperluan yang terjadi dalam perjalanannya yang terus berkembang dan situasi yang selalu berubah serta kendali yang berbeda arah.
Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak sedikit ahli baca dan ahli hafal Al-Qur’an yang mencatat atau menuliskannya. Di antara pemimpin-pemimpinnya ialah Ali bin Abi Thalib, Ubai bin Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Abbas, serta seorang yang mempuyai kepribadian yang mulia yang sedang kita bicarakan sekarang ini, Zaid bin Tsabit, moga-moga Allah meridhai beliau semua.
Setelah wahyu sudah sempurna turun, dan pada saat-saat terakhir dari turunnya, Rasul mengulang membacakannya kepada Muslimin, dengan menertibkan susunan surat-surat dan ayat-ayatnya. Dan sesudah Rasul SAW. Wafat, Kaum Muslimin segera disibukkan oleh peperangan mengahadapi kaum yang murtad. Dalam pertempuran Yamamah, banyak korban berjatuhan sebagai syuhada dari golongan ahli baca dan ahli hafal Al-Qur’an. Keadaan itu sangat mengkhawatirkan. Dan belum lagi api kemurtadan padam, maka Umar dengan rasa cemas, segera menghadap Khalifah Abu Bakar Siddiq RA dan dengan gigih memohon kepada beliau agar para qari’ dan huffadh segera diperintahkan menghimpun Al-Qur’an sebelum mereka mati syahid juga.
Khalifah pun shalat istikharah kepada Allah lalu berunding dengan para sahabatnya dan kemudian memanggil Zaid bin Tsabit, sembari berkata kepadanya : “Kamu adalah seorang anak muda ynag cerdas, kami tidak meragukan kamu !” lalu diperintahkannya untuk segera memulai untuk menghimpun Al-Qur’anul Karim, dengan meminta bantuan para ahli yang berpengalaman dalam soal ini.
Maka bagkitlah Zaid melakukan amal bakti yang kepadanya tergantung masa depan Islam seluruhnya sebagai suatu Agama ! Dalam melaksanakan tugas yang sangat besar dan penting ini Zaid berhasil dengan amat gemilang. Tiada henti-hentinya ia menghimpun ayat-ayat dan surat-surat dari para dada penghafal Al-Qur’an dan dari catatan serta tulisan, dengan meneliti dan menyesuaikan serta memperbandingkan satu dengan lainnya, hingga akhirnya dapatlah dihimpun Al-Qur’an yang tersusun dan teratur rapi.
Amal kerjanya ini dinilai bersih oleh kata sepakat para sahabat moga-moga ridha Allah kepada mereka yang hidup semasa dengan Rasul dan selalu mendengarkannya dari beliau selama tahun-tahun kerasulan, teristimewa para ulama, para penghafal dan para penulisanya.
Dan berkata lah Zaid di waktu ia melukiskan kesyukuran besar yang dihadapinya mengingat kesucian tugas dan kemuliaannya :”Demi Allah, seandainya mereka memintaku untuk memindahkan gunung dari tempatnya, akan lebih terasa mudah dari perintah mereka untuk menghimpun Al-Qur’an !”
Benarlah, sesungguhnya Zaid lebih memilih untuk memikul satu atau beberapa gunung di atas pundaknya daripada ia tersalah sekecil apapun dalam penulisan ayat atau menyusunnya menjadi surat sesuai dengan yang pernah dituntunkan oleh Rasulullah. Tak ada bahaya atau kecemasan yang lebih besar menimpa hati nuraninya dan Agamanya melebihi kesalahan seperti ini, bagaimanapun juga kecilnya dan tanpa disengaja.
Tetapi taufik Allah mendampinginya, dan selain itu janji-Nya pun bersamanya, firman-Nya :
9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya[793].
[793] Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.
Maka berhasillah Zaid melaksankan tugasnya yang penting itu, dan telah diselesaikannya kewajiban dan tanggung jawabnya sebaik-baiknya.
*******
Ini merupakan tahap pertama penghimpunan Al-Qur’an. Tetapi penghimpunan kali ini masih tertulis dalam banyak mushaf. Dalam mushaf-mushaf itu ada perbedaan tanda-tanda harakat yang merupakan formalitas belaka, namun pengalaman mayakinkan para sahabat Rasul SAW. keharusan mempersatukan semua dalam satu mushaf saja.
Maka di masa Khalifah Utsman RA. di kala Kaum Muslimin terus-menerus melanjutkan perjuangannnya dalam membebaskan ummat manusia dari penindasan penguasa di negeri-negeri lain, meninggalkan kota Madinah dan merantau ke pelosok-pelosok yang jauh di saat setiap harinya orang berbondong-bondong masuk Islam dan berjanji setia kepadanya, waktu itu tampaklah dengan jelas hal-hal yang berbahaya yang diakibatkan oleh banyaknya mushaf, yakni timbulnya perbedaan bacaan terhadap Al-Qur’an, sampai-sampai di kalangan para sahabat sendiri.
Oleh karena itu, segolongan sahabat RA. yang dikepalai oleh Hudzaifah ibnul Yaman tampil menghadap Utsman, dan menjelaskan keperluan yang mendesak untuk menyatukan mushaf. Khalifah pun melakukan shalat istikharah kepada Allah dan berunding dengan sahabat-sahabatnya. Dan sebagaimana Abu Bakar dulu meminta tenaga Zaid bin Tsabit, sekarang Utsman meminta bantuannya pula.
Zaid lalu mengumpulkan sahabat-sahabat dan orang-orang yang dapat membantunya. Mereka mengambil beberapa mushaf dari rumah Hafshah putri Umar RA. yang selama ini dipelihara dengan baik di sana. Dan mulailah Zaid dan para sahabatnya menggarap tugas mulia ini.
Mereka semua yang membantu Zaid adalah penulis-penulis wahyu dan penghafal-penghafal Al-Qur’an. Namun, bila terdapat perbedaan--dan ternyata sedikit sekali
terdapat perbedaan itu--mereka selalu berpegang kepada petunjuk dan pendapat Zaid dan menjadikannya sebagai alasan kuat dan kata putus !
******
Dan sekarang di kala kita dapat membaca Al-Qur’anul Karim itu dengan mudah atau kita mendengarnya dibaca orang dengan dilagukan hampir-hampir tidak terbayang dalam pikiran kita kesukaran-kesukaran hebat yang dialami oleh orang-orang yang telah ditentukan Allah untuk menghimpun dan memeliharanya !
Sungguh, tak ada bedanya dengan kedahsyatan yang mereka alami dan nyawa-nyawa yang mereka korbankan, di kala mereka berjihad di jalan Allah untuk mengukuhkan Agama yang benar di muka bumi ini, dan melenyapkan kegelapan dengan cahayanya yang benderang.
******